Tugas Makalah NITISASTRA
RUANG LINGKUP HUKUM HINDU DALAM NITISASTRA

DEWA AYU DWI RATNA KUMALA WITEN (14.1.1.1.1.095)
B1 PAH
FAKULTAS
DHARMA ACARYA
INSTITUT
HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR
TAHUN
2017
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kata Niti Sastra memang sudah tidak
asing lagi di kalangan tokoh terpelajar, akan tetapi bagi masyarakat yang awam
masih terasa asing dengan kata ini. Banyak tokoh yang mengatakan bahwa Niti
Sastra adalah ajaran tentang ilmu politik, dan tidak sedikit juga yang
berpandangan bahwa Niti Sastra berarti ilmu kepemimpinan. Ilmu nitisastra
sering digunakan sebagai landasan dalam Hukum Hindu. Hukum Hindu memiliki
kaitan yang sangat erat dengan Nitisastra. Dalam Kehidupan masyarakat Hindu,
Nitisastra sering digunakan sebagai pedoman hidup.
Demikianlah tugas paper ini dibuat
guna menyelesaikan tugas dari dosen pembimbing mengenai Ruang Lingkup Hukum
Hindu Dalam Nitisastra pada mata kuliah Nitisastra.
1.2 RUMUSAN MASALAH
A. Apa
pengertian Nitisastra?
B. Apa
tujuan mempelajari Nitisastra?
C. Bagaimana
Ruang Lingkup Hukum Hindu dalam Nitisastra?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Nitisastra
Kata Niti Sastra memang sudah tidak
asing lagi di kalangan tokoh terpelajar, akan tetapi bagi masyarakat yang awam
masih terasa asing dengan kata ini. Banyak tokoh yang mengatakan bahwa Niti
Sastra adalah ajaran tentang ilmu politik, dan tidak sedikit juga yang
berpandangan bahwa Niti Sastra berarti ilmu kepemimpinan. Berikut pandangan
para ahli mengenai pengertian Niti Sastra, yaitu:
1.
Anandakusuma (1986). Niti Sastra
berasal dari kata Niti dan Sastra. Dalam kamus bahasa Bali Niti berarti
undang-undang yang mengatur negeri sedangkan sastra berarti pelajaran agama
atau pelajaran dharma.
2.
Athur Antoni Macdonell. Niti Sastra
berasal dari kata Niti dan Sastra. Niti dalam bahasa Sansekerta berarti
kebijaksanaan duniawi, etika dan politik, serta menuntun. Sedangkan sastra
berarti doa atau pujaan.
3.
Mardi Warsito. Dalam kamus jawa
kuna, kata Niti berarti kelauan,pedoman hidup,kesopanan siasat Negara
(kebijakan) politik, ilmu tata Negara, sedangkan sastra berarti kitab pelajaran
atau ilmu pengetahuan.
Dari sekian banyak pandangan mengenai Niti Sastra
dapat disimpulkan bahwa Niti Sastra berarti ilmu pengetahuan tentang
moralitas yang mengajarkan tentang bagaimana mendidik, membimbing, memimpin,
bertingkah laku serta menjalani kehidupan berdasarkan dharma atau kebenaran.
2.2 Tujuan Ajaran Nitisastra
Tujuan mempelajari Niti Sastra adalah agar
tercapainya tujuan Dharma atau disebut dengan Dharma Sidhyartha. Dharma
Sidhyarta adalah pertimbangan untuk mencapai kebenaran dan kesejahteraan.
Dalam mencapai kebenaran hendaknya harus mempertimbangkan lima unsur yaitu:
1.
Iksa berarti pandangan atau cita-cita untuk mencapai
kesejahteraan.
2.
Sakti berarti kekuatan atau kemampuan dalam mencapai cita-cita
hendaknya harus memiliki kekuatan yang sesuai.
3.
Desa berarti batasan-batasan atau juga bisa disebut dengan
keadaan. Dalam berbuat hendaknya harus mengetahui keadaan terlebih dahulu
sebelum bertindak.
4.
Kala berarti waktu, hendaknya juga harus mempertimbangkan waktu
sebelum melakukan sesuatu.
5.
Tattwa berarti hakekat kebenaran, dalam menjalankan sesuatu
hendaknya berdasarkan atas kebenaran.
2.3 Ruang
Lingkup Hukum Hindu dalam Nitisastra
a.
Dalam Diri Sendiri
Dalam ajaran Niti Sastra sebelum masuk ke masyarakat
hendaknya pahami dan terapkan dalam diri kita terlebih dahulu sehingga kita
mudah memberikan contoh kepada orang lain. Ada tiga perbuatan dalam diri yang
harus disucikan atau yang sering disebut dengan Tri Kaya Parisudha.
Adapun bagian-bagiannya adalah Manacika Parisudha yakni berfikir yang
baik, Wacika Parisudha yakni berkata yang baik, Kayika Parisudha
yakni berbuat yang baik. Ajaran Niti Sastra sudah memberi contoh
bagaimana hendaknya berfikir, berkata dan bertingkah laku yang baik.
- Berfikir yang baik.
Pikiran dapat mempengaruhi apa yang akan kita lakukan.
Banyak orang mengatakan bahwa berfikir yang baik pasti akan mendapatkan hasil
yang baik, akan tetapi tidak banyak orang dapat berfikir tentang kebaikan.
Bahkan ada tidak sama antara pikiran dan perbuatannya. Secara umum seseorang
sangat dipengaruhi oleh jalan pikirannya, seperti yang tertera pada sloka
dibawah ini :
Bandhaya visaga-sanggo
Muktau nirvisayam manah
Mana eva
manusyanam
Karanam bandha-moksayah
Canakya
Niti Sastra, XIII.12
Terjemahan
:
“Pikiran
yang amat terikat terhaap objek kepuasan menyebabkan ikatan, dan pikiran yang
tidak begitu terikat pada objek kepuasan yang menyebabkan pembebasan”.
Pada sloka diatas dikatakan bahwa pikiran yang menyebabkan
manusia terikat dan pikiran juga yang menyebabkan manusia mencapai pembebasan.
Apabila pikiran yang tidak stabil dan orang tidak bisa mengendalikan pikirannya
maka unsur Sad Ripu dalam diri akan menguasai kita, adapun keenam unsur
tersebut adalah :
- Kama artinya hawa nafsu yang tidak terkendali.
- Lobha artinya kelobaan tinggi selalu ingin mendapatkan lebih.
- Kroda artinya kemarahan yang melampaui batas.
- Mada artinya kemabukan yang membawa kegelapan.
- Moha artinya kebingungan (kurang mampu konsentrasi).
- Matsarya artinya irihati atau dengki yang menyebabkan permusuhan.
Apabila kita mampu mengendalikan pikiran kita maka kita akan
bisa mencapai. Dasa Dharma atau Dasa Sila sehingga kebahagiaan akan bisa
dicapai. Adapun bagian-bagiannya yaitu:
- Drti artinya pikiran bersih.
- Ksama artinya suka mengampuni.
- Dama artinya kuat mengendalikan pikiran.
- Asteya artinya tidak mencuri
- Sauca artinya bersih lahir dan bathin.
- Indrayanigraha artinya mengendalikan gerak pancaindra.
- Hrih artinya memiliki sifat malu.
- Widya artinya rajin menuntut ilmu.
- Satya artinya jujur dan setia pada ucapan.
- Akroda artinya sabar dan tidak dikuasi kemarahan.
Dengan
mampu mengendalikan indria-indria kita tersebut kita akan bisa mencapai
pembebasan dari penderitaan. Dan sebaliknya ketika kita tidak mampu
mengendalikan pikiran maka kita akan selalu terikat pada siksaan.
- Berkata yang baik.
Setiap
perkataan yang kita keluarkan dari bibir memiliki pengaruh bagi diri kita juga
bagi orang lain. Seperti pada sloka dibawah ini :
Wasita nimitanta manemu laksmi,
Wasita nimitanta pati kapangguh,
Wasita nimitanta manemu dukha,
Wasita nimitanta manemu mitra
Kakawin
Niti Sastra, V.3
Terjemahan
:
“Karena
berbicara engkau menemukan kebahagiaan
Karena
berbicara engkau mendapat kematian
Karena
berbicara engkau akan menemukan kesusahan
Karena
berbicara pula engkau mendapatkan sahabat”
- Berbuat yang baik
Segala perbuatan yang kita lakukan di dunia ini pasti kita
sendiri yang akan menanggungnya, karma yang kita lakukan tidak bia kita
tinggalkan ataupun kita warisi kepada orang lain. Seperti dalam sastra berikut
ini :
Yavat svastho hyayam dehe
Yavan mrtys ca duratah
Tavad atma-hitam kuryat
Pranante kim karisyam
Canakya
Niti Sastra, IV.4
Terjemahan
:
“Selama
badan masih kuat dan sehat dan selama keamtian masih jauh, lakukanlah sesuatu
yang menyebabkan kebaikan bagi roh anda, yaitu keinsyafan diri. Pada saat
kematian menjelang apa yang bisa dilakukan?”
Selagi masih diberikan kesempatan untuk hidup lakukanlah hal
yang baik untuk menyelamatkan atman (roh) yang ada dalam diri kita, apabila
nanti kita sudah berada di alam sana tak ada hal yang bisa kita lakukan untuk
menebusnya dan menyesalpun tak dapat merubah segalanya.
b. Dalam
Keluarga
Keluarga adalah bagian yang terdekat dlam hidup kita, karena
bersama mereka kita menghabiskan sisa waktu kita. Baik buruknya keluarga akan
berpengaruh pada diri kita. Kita sebagai anggota keluarga hendaknya berusaha
selalu menciptakan suasana yang enak dalam keluarga.
- Peranan suami atau ayah.
Dalam
keluarga ayah hendaknya selalu berperan menjadi kepala keluarga, yang bertugas
melindungi dan membimbing keluarganya. Seperti yang tertera pada sloka ini :
Janita copaneta ca
Yastu vidyam prayacchati
Annadata bhayatrata
Pancaita pitarah smrtah
Canakya
Niti Sastra, V.22
Terjemahan:
“Yang
menyebabkan lahir, yang mengalungkan tali suci, yang mengajarkan ilmu
pengetahuan, yang memberikan makan, yang melindungi dari mara bahaya, kelima
macam itu disebut sebagai Bapak”.
Pada sloka diatas sudah jelas dikatakan sejauh mana peranan
seorang ayah dari menyebabkan kelahiran putra-putrinya, mengajarkan ilmu
pengetahuan, memberi makan atau menafkahi keluarga, serta melindungi
keluarganya. Selain nafkah ayah juga bertanggung jawab pada pendidikan anaknya.
- Peranan seorang istri
Seorang ibu yang baik harus bisa melayani suami serta
anak-anaknya dengan tulus ikhlas. Suami serta putranya adalah tempat bergantung
bagi seorang istri apabila sudah tua nanti. Kesetiaan serta kesucian seorang
istri merupakan harta yang paling berharga dan melebihi apa yang ada di dunia
ini. Jadi sudah sepatutnya seorang istri menjaga hal tersebut. Seperti tertera
pada sloka dibawah ini :
Sa bharya ya sucirdaksa
Sa bharya ya pativrata
Sa bharya ya patiprita
Sa bharya satyavadini
Canakya
Niti Sastra, IV.13
Terjemahan
:
“Seorang
istri ia ialah berhati suci dan cerdas,
Seorang
istri ialah ia yang setia pada suami,
Seorang
istri adalah ia yang dengan cintanya menyebabkan suaminya bahagia, istri adalah
dia yang selalu berkata-kata jujur”.
Dari sloka diatas dijelaskan bahwa istri sebagai penerang
dalam keluarga. Sehingga sudah seharusnmya seorang istri memiliki hati yang
suci, cerdas, setia, membahagiakan suami serta selalu berkata jujur.
Dikatakan juga seorang wanita hendaknya sebagai penegak
peraturan dan juga sebagai pengawas dalam keluarga. Karena dianggap wanita
memiliki kontrol yang baik dalam keluarga. Apabila seorang suami mengalami masa
ketidak stabilan dalam keluarga hendaknya seorang istri sebagai pengarah dalam
keluarga.
Viirasuup devakaamaa syonaa,
Sam no bhava, sam catuspade
Regveda
X.85.43
Terjemahan
:
“Wahai
wanita, lahirkan lah keturunan yang cerdas, gagah dan berani, pujalah selalu
Hyang Widhi, jadilah insan yang ramah dan menyenangkan kepada semua orang dan
peliharalah dengan baik hewan peliharaan keluargamu”.
Seorang istri juga memiliki kewajiban untuk memberikan
keturunan kepada keluarganya, keturunan ini bertujuan untuk meneruskan
regenerasi keluarganya. Dengan keturunan juga bisa mempererat tali persatuan
dalam keluarga karena kehadiran sang putra merupakan anugerah dari yang kuasa.
Seorang istri hendaknya sellau setia kepda suami, rajin dan taat dalam
menjalankan puja bhakti, melahirkan dan merawat putra, berbicara lemah lembut
kepada semua orang, hormat kepada mertua, menjaga dan mengatur harta keluarga,
tanaman, dan hewan peliharaan milik keluarga.
- Tugas seorang putra
Seorang
putra ataupun istri yang dilahirkan dalam keluarga tentu akan melewati empat
tahapan yang sering disebut Catur Asrama.
Takitakining sewaka guna widya,
Smarawisaya ruang puluhing ayusya,
Tengahi tuuh sanwacana gegenta,
Patilaringatmeng tanu paguroaken.
Kakawin
Niti Sastra, V.1
Terjemahan
:
“Bersiap
sedialah selalu mengabdi pada ilmu pengetahuan yang berguna. Hal yang
menyangkut asmara barulah di perbolehkan setelah umur dua puluh tahun. Setelah
berusia setengah umur menjadi penasehatlah pegangannya. Setelah itu hanya
memikirkan lepasnya atma yang menjadi perhatian”.
Pada sloka tersebut dikatakan bahwa seseorang hendaknya
melewati empat tahapan hidup yang disebut dengan Catur Asrama. Pada seorang
putra belm menikah dikatakan berada dalam masa Brahmacari yaitu masa menuntut
ilmu. Ketika sudah berumur dua puluh tahun sudah diperbolehkan untuk memasuki
masa Grhasta (berumah tangga). Setelah berusia setengah umur hendaknya menjadi
penasehat atau berbuat yadnya. Setelah itu hendaknya memikirkan tentang
pelepasan Atma (roh) agar mendapatkan pembebasan. Ketika memasuki masa
Brahmacari hendaknya memusatkan pikiran sepenuhnya pada ilmu pengetahuan agar
ilmu yang didapat sempurna hasilnya.
Dalam memasuki masa Brahmacari seorang putera hendaknya
tidak melupakan tugas swadharma sebagai seorang anak. Swadharma seorang anak
adalah menghormati, membantu orang tua dan menjaga nama baik dari orang tua.
Seorang anak juga berkewajiban membayar hutang kepada ayah dan ibu yang
melahirkan dan membesarkan kita. Hutang yang kita miliki adalah ketika baru
lahir du dunia ini. Hutang yang kita miliki hanya bisa ditebus dengan selalu
berbhakti kepada orang tua dan membuat mereka merasa bahagia seasih hidup.
c. Dalam Masyarakat
Penerapan ajaran Niti Sastra dimasyarakat sudah ada sejak
zaman dahulu meski belum diketahui sesungguhnya itu merupakan ajaran Niti
Sastra. Karena pada masyarakat terdiri dari banyak keluarga dan memiliki pola
pikir yang berbeda maka agak susah untuk menerapkan ajaran sastra kecuali
mereka yang mengerti tentang makna sastra.
Dalam ajaran Niti Sastra Sargah VII, sloka 6 juga dikatakan
“jangan menyentuh semua ini dengan kaki, yaitu: Agni/ api, Brahmana, guru,
sapi, gadis, anak kecil, dan orang tua”. Sloka diatas mengandung ajaran etika
dan sopan santun dimasyarakat bahwa menunjuk atau menuding dengan kaki itu
adalah perbuatan yang kurang baik apalagi menuding orang suci.
Dalam masyarakat Ajaran Niti Sastra sangatlah baik untuk
diajarkan karena sebagian ajaran berisi tentang moralitas dan tuntunan
berprilaku.
Adhityedam
yatha sastram
Naro
jinati sattamah
Dharmapadesa
vikhyatam
Karyakaryam
subhasubham
Canakya
Niti Sastra, I,2
Terjemahan:
”Iya
yang mengerti ajaran Niti Sastra yang baik ini, yang mengajarkan ajaran-ajaran
Dharma yang termansyur, dengan pengetahuan ini bisa membedakan apa yang baik
dan apa yang buruk, apa yang patut dilakukan dan apa yang tidak patut
dilakukan. Orang yang seperti itu hendaknya dimengerti sebagai orang yang utama”.
Dalam sloka diatas dikatakan bahwa Niti Sastra memberikan
pandangan untuk memilah sesuatu yang baik dan yang kurang baik. Dengan
pengetahuan Namun apabila seseorang memiliki pengetahuan seseorang mampu
memilah mana yang baik dan kurang baik. Namun apabila seseorang memiliki
pengetahuan tetapi tidak mampu mengimplementasiikan diibaratkan seperti
Panglima tanpa tentara.
- Memilih sahabat
Tujuan memiliki sahabat adalah untuk berbagi antara suka dan
duka. Apabila seorang yang ada di saat suka dan tidak ada pada saat duka ia
tidak bisa dikatakan sahabat. Dalam memilih sahabat juga harus mempertimbangkan
banyak hal, jangan sampai memiliki sahabat yang hanya memanfaatkan kita saja.
Dalam ajran Nitisastra juga mengajarkan tentang bagaimana memilih seorang
sahabat. Seperti pada sloka di bawah ini.
Samane sobhate pritih
Rajni seva ca sobhate
Vanijyam vyavaharestu
Stri divya sobhate grhe
Canakya
Nitisastra II.19
Terjemahan:
“Kalau
seseorang berteman dengan orang yang tingkah lakunya tidak baik, dengan orang
yang penglihatannya jahat, dengan orang yang tinggal di tempat-tempat yang
kotor dan tidak suci, bergaul dengan penjahat, segera menemui kebinasaan”.
Maka dari itu haruslah berhati-hati dalam memilih sahabat.
Daripada mempunyai sahabat yang akan membuat kita hancur. Mereka yang patut
dijadikan sahabat adalah mereka yang memiliki kesetiaan yang tulus kepada kita.
- Kewaspadaan
Dengan kewaspadaan seseorang bisa mencapai atau meraih suatu
keberhasilan. Sikap yang selalu waspada pada diri seseorang itu sangat
diperlukan kapanpun dan dimanapun. Apabila seseorang yang selalu ceroboh,
gegabah dan tidak pernah memiliki rasa curiga maka orang itu akan mudah untuk
dihancurkan. Sikap waspada harus selalu ada pada diri kita untuk mengantisipasi
hal-hal yang tidak kita inginkan.
Na
visvasat kumitre ca
Mitre
capi na visvasat
Kadacit
kupitam mitram
Sarva
guhyam prakasayet
Canakya
Nitisastra II.6
Terjemahan:
“Janganlah
menaruh kepercayaan kepada teman jahat / kumitra. Juga jangan terlalu percaya
kepada teman dekat sekalipun, sebab kalau ia marah, segala rahasia anda akan
dibukanya”.
Semua makhluk yang masih mempunyai pemikiran pasti
menginginkan kebahagiaan. Kebahagiaan seseorang akan hilang apabila orang
tersebut selalu melihat hal yang lebih dengan ego dan tanpa mensyukuri apa yang
dimiliki. Selama manusia tidak bisa mensyukuri apa yang dimiliki dia akan
selalu merasa kurang dan merasa tersiksa karena keinginannya. Begitu juga apabila
kita mampu bersyukur dengan apa yang kita miliki pasti kita akan merasa sangat
bahagia. Sesungguhnya kebahagiaa itu berada dalam diri kita, perasaanlah yang
merasakan kebahagiaan itu. Maka dari itu tiada salahnya kalau kita mampu
bersyukur dan menjalani hidup seperti air yang mengalir.
Ayuh karma ca vittam ca
Vidya nidhanam eva ca
Pancaitani hi srjyante
Garbhasthasyeva dehinah
Canakya
Nitisastra IV.I
Terjemahan:
“Umur,
pekerjaan, kekayaan, pengetahuan, dan kematian, kelima hal ini sudah ditentukan
sewaktu kita masih dalam kandungan”.
Makna yang bisa dipetik pada sloka diatas bahwa hidup ini
sudah ada yang mengatur, dan jangan pernah kita bersedih ataupun bangga.
Masalah umur, pekerjaan, kekayaan, pengetahuan, dan kematian sudah ditentukan
olehnya dan kita hanya menjalaninya. Semua itu berdasarkan karma yang kita
lakukan dikehidupan yang lalu dan sekarang kita hanya bisa menikmatinya saja.
Alangkah baiknya apabila kita menjalani hidup dengan apa adanya dan tidak
memiliki keinginan yag bersifat “terlalu” atau berlebihan.
BAB II
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari sekian banyak pandangan mengenai Niti Sastra
dapat disimpulkan bahwa Niti Sastra berarti ilmu pengetahuan tentang
moralitas yang mengajarkan tentang bagaimana mendidik, membimbing, memimpin,
bertingkah laku serta menjalani kehidupan berdasarkan dharma atau kebenaran.
Tujuan mempelajari Niti Sastra adalah agar tercapainya tujuan Dharma
atau disebut dengan Dharma Sidhyartha. Dharma Sidhyarta adalah
pertimbangan untuk mencapai kebenaran dan kesejahteraan. Ruang lingkup Hukum
Hindu dalam Nitisastra adalah dalam diri, dalam keluarga, dan dalam masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar