Kamis, 15 Juni 2017



Tugas Makalah NITISASTRA
RUANG LINGKUP HUKUM HINDU DALAM NITISASTRA

DEWA AYU DWI RATNA KUMALA WITEN (14.1.1.1.1.095)
B1 PAH


FAKULTAS DHARMA ACARYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR
TAHUN 2017







BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Kata Niti Sastra memang sudah tidak asing lagi di kalangan tokoh terpelajar, akan tetapi bagi masyarakat yang awam masih terasa asing dengan kata ini. Banyak tokoh yang mengatakan bahwa Niti Sastra adalah ajaran tentang ilmu politik, dan tidak sedikit juga yang berpandangan bahwa Niti Sastra berarti ilmu kepemimpinan. Ilmu nitisastra sering digunakan sebagai landasan dalam Hukum Hindu. Hukum Hindu memiliki kaitan yang sangat erat dengan Nitisastra. Dalam Kehidupan masyarakat Hindu, Nitisastra sering digunakan sebagai pedoman hidup.
Demikianlah tugas paper ini dibuat guna menyelesaikan tugas dari dosen pembimbing mengenai Ruang Lingkup Hukum Hindu Dalam Nitisastra pada mata kuliah Nitisastra.

1.2  RUMUSAN MASALAH

A.    Apa pengertian Nitisastra?
B.     Apa tujuan mempelajari Nitisastra?
C.     Bagaimana Ruang Lingkup Hukum Hindu dalam Nitisastra?










BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Nitisastra
Kata Niti Sastra memang sudah tidak asing lagi di kalangan tokoh terpelajar, akan tetapi bagi masyarakat yang awam masih terasa asing dengan kata ini. Banyak tokoh yang mengatakan bahwa Niti Sastra adalah ajaran tentang ilmu politik, dan tidak sedikit juga yang berpandangan bahwa Niti Sastra berarti ilmu kepemimpinan. Berikut pandangan para ahli mengenai pengertian Niti Sastra, yaitu:
1.      Anandakusuma (1986). Niti Sastra berasal dari kata Niti dan Sastra. Dalam kamus bahasa Bali Niti berarti undang-undang yang mengatur negeri sedangkan sastra berarti pelajaran agama atau pelajaran dharma.
2.      Athur Antoni Macdonell. Niti Sastra berasal dari kata Niti dan Sastra. Niti dalam bahasa Sansekerta berarti kebijaksanaan duniawi, etika dan politik, serta menuntun. Sedangkan sastra berarti doa atau pujaan.
3.      Mardi Warsito. Dalam kamus jawa kuna, kata Niti berarti kelauan,pedoman hidup,kesopanan siasat Negara (kebijakan) politik, ilmu tata Negara, sedangkan sastra berarti kitab pelajaran atau ilmu pengetahuan.
Dari sekian banyak pandangan mengenai Niti Sastra dapat disimpulkan bahwa Niti Sastra berarti ilmu pengetahuan tentang moralitas yang mengajarkan tentang bagaimana mendidik, membimbing, memimpin, bertingkah laku serta menjalani kehidupan berdasarkan dharma atau kebenaran.
2.2  Tujuan Ajaran Nitisastra
Tujuan mempelajari Niti Sastra adalah agar tercapainya tujuan Dharma atau disebut dengan Dharma Sidhyartha. Dharma Sidhyarta adalah pertimbangan untuk mencapai kebenaran dan kesejahteraan. Dalam mencapai kebenaran hendaknya harus mempertimbangkan lima unsur yaitu:
1.      Iksa berarti pandangan atau cita-cita untuk mencapai kesejahteraan.
2.      Sakti berarti kekuatan atau kemampuan dalam mencapai cita-cita hendaknya harus memiliki kekuatan yang sesuai.
3.      Desa berarti batasan-batasan atau juga bisa disebut dengan keadaan. Dalam berbuat hendaknya harus mengetahui keadaan terlebih dahulu sebelum bertindak.
4.      Kala berarti waktu, hendaknya juga harus mempertimbangkan waktu sebelum melakukan sesuatu.
5.      Tattwa berarti hakekat kebenaran, dalam menjalankan sesuatu hendaknya berdasarkan atas kebenaran.

2.3  Ruang Lingkup Hukum Hindu dalam Nitisastra
a.          Dalam Diri Sendiri
Dalam ajaran Niti Sastra sebelum masuk ke masyarakat hendaknya pahami dan terapkan dalam diri kita terlebih dahulu sehingga kita mudah memberikan contoh kepada orang lain. Ada tiga perbuatan dalam diri yang harus disucikan atau yang sering disebut dengan Tri Kaya Parisudha. Adapun bagian-bagiannya adalah Manacika Parisudha yakni berfikir yang baik, Wacika Parisudha yakni berkata yang baik, Kayika Parisudha yakni berbuat yang baik. Ajaran Niti Sastra sudah memberi contoh bagaimana hendaknya berfikir, berkata dan bertingkah laku yang baik.
  1. Berfikir yang baik.
Pikiran dapat mempengaruhi apa yang akan kita lakukan. Banyak orang mengatakan bahwa berfikir yang baik pasti akan mendapatkan hasil yang baik, akan tetapi tidak banyak orang dapat berfikir tentang kebaikan. Bahkan ada tidak sama antara pikiran dan perbuatannya. Secara umum seseorang sangat dipengaruhi oleh jalan pikirannya, seperti yang tertera pada sloka dibawah ini :
Bandhaya visaga-sanggo
Muktau nirvisayam manah
Mana eva manusyanam         
Karanam bandha-moksayah  
Canakya Niti Sastra, XIII.12
Terjemahan :
“Pikiran yang amat terikat terhaap objek kepuasan menyebabkan ikatan, dan pikiran yang tidak begitu terikat pada objek kepuasan yang menyebabkan pembebasan”.
Pada sloka diatas dikatakan bahwa pikiran yang menyebabkan manusia terikat dan pikiran juga yang menyebabkan manusia mencapai pembebasan. Apabila pikiran yang tidak stabil dan orang tidak bisa mengendalikan pikirannya maka unsur Sad Ripu dalam diri akan menguasai kita, adapun keenam unsur tersebut adalah :
  • Kama artinya hawa nafsu yang tidak terkendali.
  • Lobha artinya kelobaan tinggi selalu ingin mendapatkan lebih.
  • Kroda artinya kemarahan yang melampaui batas.
  • Mada artinya kemabukan yang membawa kegelapan.
  • Moha artinya kebingungan (kurang mampu konsentrasi).
  • Matsarya artinya irihati atau dengki yang menyebabkan permusuhan.
Apabila kita mampu mengendalikan pikiran kita maka kita akan bisa mencapai. Dasa Dharma atau Dasa Sila sehingga kebahagiaan akan bisa dicapai. Adapun bagian-bagiannya yaitu:
  • Drti artinya pikiran bersih.
  • Ksama artinya suka mengampuni.
  • Dama artinya kuat mengendalikan pikiran.
  • Asteya artinya tidak mencuri
  • Sauca artinya bersih lahir dan bathin.
  • Indrayanigraha artinya mengendalikan gerak pancaindra.
  • Hrih artinya memiliki sifat malu.
  • Widya artinya rajin menuntut ilmu.
  • Satya artinya jujur dan setia pada ucapan.
  • Akroda artinya sabar dan tidak dikuasi kemarahan.
Dengan mampu mengendalikan indria-indria kita tersebut kita akan bisa mencapai pembebasan dari penderitaan. Dan sebaliknya ketika kita tidak mampu mengendalikan pikiran maka kita akan selalu terikat pada siksaan.
  1. Berkata yang baik.
Setiap perkataan yang kita keluarkan dari bibir memiliki pengaruh bagi diri kita juga bagi orang lain. Seperti pada sloka dibawah ini :
Wasita nimitanta manemu laksmi,
Wasita nimitanta pati kapangguh,
Wasita nimitanta manemu dukha,
Wasita nimitanta manemu mitra
Kakawin Niti Sastra, V.3
Terjemahan :
“Karena berbicara engkau menemukan kebahagiaan
Karena berbicara engkau mendapat kematian
Karena berbicara engkau akan menemukan kesusahan
Karena berbicara pula engkau mendapatkan sahabat”

  1. Berbuat yang baik
Segala perbuatan yang kita lakukan di dunia ini pasti kita sendiri yang akan menanggungnya, karma yang kita lakukan tidak bia kita tinggalkan ataupun kita warisi kepada orang lain. Seperti dalam sastra berikut ini :
Yavat svastho hyayam dehe
Yavan mrtys ca duratah
Tavad atma-hitam kuryat
Pranante kim karisyam
Canakya Niti Sastra, IV.4
Terjemahan :
“Selama badan masih kuat dan sehat dan selama keamtian masih jauh, lakukanlah sesuatu yang menyebabkan kebaikan bagi roh anda, yaitu keinsyafan diri. Pada saat kematian menjelang apa yang bisa dilakukan?”
Selagi masih diberikan kesempatan untuk hidup lakukanlah hal yang baik untuk menyelamatkan atman (roh) yang ada dalam diri kita, apabila nanti kita sudah berada di alam sana tak ada hal yang bisa kita lakukan untuk menebusnya dan menyesalpun tak dapat merubah segalanya.


b.      Dalam Keluarga
Keluarga adalah bagian yang terdekat dlam hidup kita, karena bersama mereka kita menghabiskan sisa waktu kita. Baik buruknya keluarga akan berpengaruh pada diri kita. Kita sebagai anggota keluarga hendaknya berusaha selalu menciptakan suasana yang enak dalam keluarga.
  1. Peranan suami atau ayah.
Dalam keluarga ayah hendaknya selalu berperan menjadi kepala keluarga, yang bertugas melindungi dan membimbing keluarganya. Seperti yang tertera pada sloka ini :
Janita copaneta ca
Yastu vidyam prayacchati
Annadata bhayatrata
Pancaita pitarah smrtah
Canakya Niti Sastra, V.22
Terjemahan:
“Yang menyebabkan lahir, yang mengalungkan tali suci, yang mengajarkan ilmu pengetahuan, yang memberikan makan, yang melindungi dari mara bahaya, kelima macam itu disebut sebagai Bapak”.
Pada sloka diatas sudah jelas dikatakan sejauh mana peranan seorang ayah dari menyebabkan kelahiran putra-putrinya, mengajarkan ilmu pengetahuan, memberi makan atau menafkahi keluarga, serta melindungi keluarganya. Selain nafkah ayah juga bertanggung jawab pada pendidikan anaknya.
  1. Peranan seorang istri
Seorang ibu yang baik harus bisa melayani suami serta anak-anaknya dengan tulus ikhlas. Suami serta putranya adalah tempat bergantung bagi seorang istri apabila sudah tua nanti. Kesetiaan serta kesucian seorang istri merupakan harta yang paling berharga dan melebihi apa yang ada di dunia ini. Jadi sudah sepatutnya seorang istri menjaga hal tersebut. Seperti tertera pada sloka dibawah ini :
Sa bharya ya sucirdaksa
Sa bharya ya pativrata
Sa bharya ya patiprita
Sa bharya satyavadini
Canakya Niti Sastra, IV.13
Terjemahan :
“Seorang istri ia ialah berhati suci dan cerdas,
Seorang istri ialah ia yang setia pada suami,
Seorang istri adalah ia yang dengan cintanya menyebabkan suaminya bahagia, istri adalah dia yang selalu berkata-kata jujur”.
Dari sloka diatas dijelaskan bahwa istri sebagai penerang dalam keluarga. Sehingga sudah seharusnmya seorang istri memiliki hati yang suci, cerdas, setia, membahagiakan suami serta selalu berkata jujur.
Dikatakan juga seorang wanita hendaknya sebagai penegak peraturan dan juga sebagai pengawas dalam keluarga. Karena dianggap wanita memiliki kontrol yang baik dalam keluarga. Apabila seorang suami mengalami masa ketidak stabilan dalam keluarga hendaknya seorang istri sebagai pengarah dalam keluarga.
Viirasuup devakaamaa syonaa,
Sam no bhava, sam catuspade
Regveda X.85.43
Terjemahan :
“Wahai wanita, lahirkan lah keturunan yang cerdas, gagah dan berani, pujalah selalu Hyang Widhi, jadilah insan yang ramah dan menyenangkan kepada semua orang dan peliharalah dengan baik hewan peliharaan keluargamu”.
Seorang istri juga memiliki kewajiban untuk memberikan keturunan kepada keluarganya, keturunan ini bertujuan untuk meneruskan regenerasi keluarganya. Dengan keturunan juga bisa mempererat tali persatuan dalam keluarga karena kehadiran sang putra merupakan anugerah dari yang kuasa. Seorang istri hendaknya sellau setia kepda suami, rajin dan taat dalam menjalankan puja bhakti, melahirkan dan merawat putra, berbicara lemah lembut kepada semua orang, hormat kepada mertua, menjaga dan mengatur harta keluarga, tanaman, dan hewan peliharaan milik keluarga.
  1. Tugas seorang putra
Seorang putra ataupun istri yang dilahirkan dalam keluarga tentu akan melewati empat tahapan yang sering disebut Catur Asrama.
Takitakining sewaka guna widya,
Smarawisaya ruang puluhing ayusya,
Tengahi tuuh sanwacana gegenta,
Patilaringatmeng tanu paguroaken.
Kakawin Niti Sastra, V.1
Terjemahan :
“Bersiap sedialah selalu mengabdi pada ilmu pengetahuan yang berguna. Hal yang menyangkut asmara barulah di perbolehkan setelah umur dua puluh tahun. Setelah berusia setengah umur menjadi penasehatlah pegangannya. Setelah itu hanya memikirkan lepasnya atma yang menjadi perhatian”.
Pada sloka tersebut dikatakan bahwa seseorang hendaknya melewati empat tahapan hidup yang disebut dengan Catur Asrama. Pada seorang putra belm menikah dikatakan berada dalam masa Brahmacari yaitu masa menuntut ilmu. Ketika sudah berumur dua puluh tahun sudah diperbolehkan untuk memasuki masa Grhasta (berumah tangga). Setelah berusia setengah umur hendaknya menjadi penasehat atau berbuat yadnya. Setelah itu hendaknya memikirkan tentang pelepasan Atma (roh) agar mendapatkan pembebasan. Ketika memasuki masa Brahmacari hendaknya memusatkan pikiran sepenuhnya pada ilmu pengetahuan agar ilmu yang didapat sempurna hasilnya.
Dalam memasuki masa Brahmacari seorang putera hendaknya tidak melupakan tugas swadharma sebagai seorang anak. Swadharma seorang anak adalah menghormati, membantu orang tua dan menjaga nama baik dari orang tua. Seorang anak juga berkewajiban membayar hutang kepada ayah dan ibu yang melahirkan dan membesarkan kita. Hutang yang kita miliki adalah ketika baru lahir du dunia ini. Hutang yang kita miliki hanya bisa ditebus dengan selalu berbhakti kepada orang tua dan membuat mereka merasa bahagia seasih hidup.
c.        Dalam Masyarakat
Penerapan ajaran Niti Sastra dimasyarakat sudah ada sejak zaman dahulu meski belum diketahui sesungguhnya itu merupakan ajaran Niti Sastra. Karena pada masyarakat terdiri dari banyak keluarga dan memiliki pola pikir yang berbeda maka agak susah untuk menerapkan ajaran sastra kecuali mereka yang mengerti tentang makna sastra.
Dalam ajaran Niti Sastra Sargah VII, sloka 6 juga dikatakan “jangan menyentuh semua ini dengan kaki, yaitu: Agni/ api, Brahmana, guru, sapi, gadis, anak kecil, dan orang tua”. Sloka diatas mengandung ajaran etika dan sopan santun dimasyarakat bahwa menunjuk atau menuding dengan kaki itu adalah perbuatan yang kurang baik apalagi menuding orang suci.
Dalam masyarakat Ajaran Niti Sastra sangatlah baik untuk diajarkan karena sebagian ajaran berisi tentang moralitas dan tuntunan berprilaku.
Adhityedam yatha sastram
Naro jinati sattamah
Dharmapadesa vikhyatam
Karyakaryam subhasubham
Canakya Niti Sastra, I,2
Terjemahan:
”Iya yang mengerti ajaran Niti Sastra yang baik ini, yang mengajarkan ajaran-ajaran Dharma yang termansyur, dengan pengetahuan ini bisa membedakan apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang patut dilakukan dan apa yang tidak patut dilakukan. Orang yang seperti itu hendaknya dimengerti sebagai orang yang utama”.
Dalam sloka diatas dikatakan bahwa Niti Sastra memberikan pandangan untuk memilah sesuatu yang baik dan yang kurang baik. Dengan pengetahuan Namun apabila seseorang memiliki pengetahuan seseorang mampu memilah mana yang baik dan kurang baik. Namun apabila seseorang memiliki pengetahuan tetapi tidak mampu mengimplementasiikan diibaratkan seperti Panglima tanpa tentara.
  1. Memilih sahabat
Tujuan memiliki sahabat adalah untuk berbagi antara suka dan duka. Apabila seorang yang ada di saat suka dan tidak ada pada saat duka ia tidak bisa dikatakan sahabat. Dalam memilih sahabat juga harus mempertimbangkan banyak hal, jangan sampai memiliki sahabat yang hanya memanfaatkan kita saja. Dalam ajran Nitisastra juga mengajarkan tentang bagaimana memilih seorang sahabat. Seperti pada sloka di bawah ini.
Samane sobhate pritih
 Rajni seva ca sobhate
Vanijyam vyavaharestu
Stri divya sobhate grhe
Canakya Nitisastra II.19
Terjemahan:
“Kalau seseorang berteman dengan orang yang tingkah lakunya tidak baik, dengan orang yang penglihatannya jahat, dengan orang yang tinggal di tempat-tempat yang kotor dan tidak suci, bergaul dengan penjahat, segera menemui kebinasaan”.
Maka dari itu haruslah berhati-hati dalam memilih sahabat. Daripada mempunyai sahabat yang akan membuat kita hancur. Mereka yang patut dijadikan sahabat adalah mereka yang memiliki kesetiaan yang tulus kepada kita.
  1. Kewaspadaan
Dengan kewaspadaan seseorang bisa mencapai atau meraih suatu keberhasilan. Sikap yang selalu waspada pada diri seseorang itu sangat diperlukan kapanpun dan dimanapun. Apabila seseorang yang selalu ceroboh, gegabah dan tidak pernah memiliki rasa curiga maka orang itu akan mudah untuk dihancurkan. Sikap waspada harus selalu ada pada diri kita untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak kita inginkan.
Na visvasat kumitre ca
Mitre capi na visvasat
Kadacit kupitam mitram
Sarva guhyam prakasayet
Canakya Nitisastra II.6
Terjemahan:
“Janganlah menaruh kepercayaan kepada teman jahat / kumitra. Juga jangan terlalu percaya kepada teman dekat sekalipun, sebab kalau ia marah, segala rahasia anda akan dibukanya”.
Semua makhluk yang masih mempunyai pemikiran pasti menginginkan kebahagiaan. Kebahagiaan seseorang akan hilang apabila orang tersebut selalu melihat hal yang lebih dengan ego dan tanpa mensyukuri apa yang dimiliki. Selama manusia tidak bisa mensyukuri apa yang dimiliki dia akan selalu merasa kurang dan merasa tersiksa karena keinginannya. Begitu juga apabila kita mampu bersyukur dengan apa yang kita miliki pasti kita akan merasa sangat bahagia. Sesungguhnya kebahagiaa itu berada dalam diri kita, perasaanlah yang merasakan kebahagiaan itu. Maka dari itu tiada salahnya kalau kita mampu bersyukur dan menjalani hidup seperti air yang mengalir.
Ayuh karma ca vittam ca
Vidya nidhanam eva ca
Pancaitani hi srjyante
Garbhasthasyeva dehinah
Canakya Nitisastra IV.I
Terjemahan:
“Umur, pekerjaan, kekayaan, pengetahuan, dan kematian, kelima hal ini sudah ditentukan sewaktu kita masih dalam kandungan”.
Makna yang bisa dipetik pada sloka diatas bahwa hidup ini sudah ada yang mengatur, dan jangan pernah kita bersedih ataupun bangga. Masalah umur, pekerjaan, kekayaan, pengetahuan, dan kematian sudah ditentukan olehnya dan kita hanya menjalaninya. Semua itu berdasarkan karma yang kita lakukan dikehidupan yang lalu dan sekarang kita hanya bisa menikmatinya saja. Alangkah baiknya apabila kita menjalani hidup dengan apa adanya dan tidak memiliki keinginan yag bersifat “terlalu” atau berlebihan.
BAB II
PENUTUP


KESIMPULAN
Dari sekian banyak pandangan mengenai Niti Sastra dapat disimpulkan bahwa Niti Sastra berarti ilmu pengetahuan tentang moralitas yang mengajarkan tentang bagaimana mendidik, membimbing, memimpin, bertingkah laku serta menjalani kehidupan berdasarkan dharma atau kebenaran. Tujuan mempelajari Niti Sastra adalah agar tercapainya tujuan Dharma atau disebut dengan Dharma Sidhyartha. Dharma Sidhyarta adalah pertimbangan untuk mencapai kebenaran dan kesejahteraan. Ruang lingkup Hukum Hindu dalam Nitisastra adalah dalam diri, dalam keluarga, dan dalam masyarakat.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar